GAS MELON YANG MERESAHKAN
Sampai tulisan ini dipublikasikan unggahan
semacam di atas masih berseliweran di dunia media sosial, utamanya face book (fb),
media sosial favorit emak-emak. Demi mendapatkan gas melon yang sedang langkah,
banyak emak-emak yang menguggahnya ke media sosial. Memang salah satu sisi
positif dari media sosial adalah memperoleh informasi. Dengan mengunggah
tulisan di dinding face book (fb) kita, akan mengundang komen dari para netizen.
Dari situlah kita akan mendapat info yang kita butuhkan, walau kadang ada info
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Ketika mobil truk pengangkut gas melon
melintas, ramai pula status emak-emak di media sosial, solidaritas emak-emak
memang tidak diragukan lagi. Tak lama kemudian emak-emak sudah antri di salah
satu pangkalan tujuan truk penggankut gas melon tersebut. Nampak pemandangan
tabung gas berjejer panjang bak ular berkelok-kelok. Perjuangan panjang
emak-emak yang melelahkan, demi dapur tetap mengepul. Namun tidak sedikit
emak-emak yang pulang dengan hasil zonk, tidak mendapatkan gas melon
yang diburu.
Kondisi ini memicu pedagang-pedagang
“nakal” mengambil keuntungan semaunya sendiri. Aji mumpung, mengambil
kesempatan dalam kesempitan. Jika seseorang dalam kondisi butuh mendesak
berapapun harganya akan diangkut. Dari mendengar obrolan tetangga atau emak-emak
di pasar, bahkan ada pedagang yang menjual dengan harga delapan puluh ribu.
Padahal Pemerintah Kalimantan Timur menetapkan Harga Ecer Tertinggi (HET) gas
melon sebesar Rp 20.500 per tabung, info ini Penulis dapat dari hasil googling.
Ironis memang.
Curhatan emak-emak di face book (fb) tidak
jarang direspon pula oleh keluarga atau teman face book (fb) di Jawa. Di
Jawa pedagang tidak berani menjual di atas HET. Adik Penulis sendiri termasuk
penjual gas melon di daerah Gresik Jawa Timur. Di tengah keresahan emak-emak di
sebagian wilayah Kutai Kartanegara mengenai gas melon, Penulis menghubunginya
lewat video call (vc). Lewat video call
(vc) ini, Penulis memperoleh informasi bahwa, adik kulakan gas melon
dengan harga 17.000 dan menjualnya dengan harga Rp 18.000. Hanya mengambil
untung Rp 1.000. (kapan kayanya? He… he…)
Resah memburu gas melon, juga sempat Penulis
alami. Lima hari menjelang hari raya Idul Adha gas melon habis. Penulis
menghubungi penjual gas yang biasa antar ke rumah, gas kosong. Penulis mencoba
menghubungi penjual yang lain, sama kosong. Akhirnya Penulis memburu ke
warung-warung yang menjual gas melon. Tanpa bertanya kita sudah dapat
jawabannya, “GAS HABIS” terpampang dengan jelas di atas tumpukan tabung melon
yang kosong. Pernyataan tertulis yang singkat tapi penuh makna dan mampu
membungkam pemburunya.
Alhamdulillah ada teman yang selalu
membantu di tengah kesulitan. Beliau meminjamkan gas melonnya yang tidak
terpakai. Selanjutnya tinggal memikirkan mencari gantinya. Beberapa hari
berburu gas hasilnya tetap sama, zonk. Kembali Allah mempermudah urusan
hamba Nya, ada tetangga yang baik hati menawari. “Ibu cari gas melon kah?” tanya
tetangga kala itu. “Iya”, jawab saya singkat. “Mama saya ada jual, tapi masih
lusa datang. Ibu mau kah?” tawarnya kemudian. “Tidak apa-apa datang lusa,
tolong saya pesan ya!”, tawarannya saya sambut dengan suka cita. Dua hari
kemudian tetangga datang ke rumah dengan menenteng gas melon berisi, harganya
pun masih bisa ditoleransi cuma Rp 32.000 tanpa ke luar rumah mengantri.
Kelangkaan gas melon tidak terjadi kali ini
saja. Sudah sering terjadi. Hidup di tanah sumber minyak, minyak langkah dan
mahal. Banyak yang bertanya mengapa ini biasa terjadi? Sama dengan Penulis, Penulispun
menyimpan pertanyaan, ada apa dan mengapa? Barang kali ada Pembaca yang bisa
membantu menjawab, sekedar menenangkan hati yang sedang tergelitik. Silakan tulis
di kolom komentar!
Mari bersinergi perkaya literasi negeri!
Salam Literasi
Tidak tau juga knapa gas sering langka, tapi jika diperhatikan polanya... Gas langka saat menjelang hari hari besar, seperti hari raya...mengapa seperti itu? Barangkali ada yang tau?
BalasHapusTerima kasih atas komentarnya. Sama kita ya....🙏
Hapus