CEMPEDAK, KALIMANTAN PUNYA



Menurut wikepedia, Cempedak adalah tanaman buah-buahan dari famili Moraceae. Bentuk buah, rasa dan keharumannya seperti nangka, meski aromanya kerap kali menusuk kuat mirip buah durian. Tanaman ini berasal dari Semenanjung Malaya, dan menyebar luas mulai dari wilayah Tenasserim di Burma, Thailand, dan sebagian Kepulauan Nusantara: Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, hingga ke Papua. Juga banyak didapati di Jawa bagian barat.

Ya, cempedak itu semacam buah nangka. Tapi isinya lebih kecil dan lebih padat. Soal rasa, kalau menurut lidah saya sih, bagaimana pun masih enak nangka. Pada tulisan kemarin yang bertajuk Mandai, penulis sudah mengungkapkan hal ini. Buah ini merupakan bahan utama mandai. Ngomong-ngomong, sudah ada yang mencoba mandai? Bagaimana rasanya menurut Anda?

Tulisan kemarin penulis mengangkat tema makanan khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Penulis mencoba mengekspos Pulau Kalimantan nan eksotik. Supaya pembaca lebih kenal dan dekat dengan pulau yang disebut Borneo oleh dunia internasional. Pulau ini merupakan pulau terbesar ketiga di dunia.

Kembali ke tajuk, cempedak, buah ini merupakan buah khas yang saya temukan di Kalimantan. Selama hidup di Jawa Timur saya mengenal buah ini sebatas gambar dan dari peribahasa yang populer cempedak berbuah nangka”. Bertahun-tahun tinggal di Kalimantan saya sama sekali tidak berkeinginan untuk makan buah ini. Tiap musim cempedak, di pasar dan di pinggir jalan membludak orang menjualnya. Saya tidak pernah membeli karena tidak suka, baunya bisa membuat kepala saya pusing. Beda dengan durian, biar bau saya suka.

Perkenalan saya dengan buah satu ini, diawali dengan rasa “dongkol”. Pada suatu hari di tahun ke empat saya tinggal di tanah rantau, saya diantari cempedak oleh tetangga baru di rumah baru. Tetangga tidak tahu kalau yang diantari tidak suka. Otomatis buah ini tidak ada yang makan. Baunya memenuhi ruangan rumah, kepala pusing dibuatnya.

“Kalau memang tidak mau, ya sudah kasihkan orang lain! Jangan disimpan di dalam rumah, kepalaku pusing!” Dengan mengomel, saya minta tolong Pak Suami untuk memberikannya kepada orang lain. Pak Suami langsung membawanya ke luar rumah, ditaruh di gazebo bambo hasil karyanya.

 

Malam harinya. Terdengar suara motor Pak Suami, pulang selesai sholat jama’ah isya’. Sudah sekian menit berlalu tidak kunjung masuk rumah. Sedang apa beliau di luar? Karena penasaran saya buka pintu depan. “Ei Say, sini! Coba cempedaknya! Enak loh!” Teriak suami sambil memamerkan cempedak di tangannya. Rupanya beliau sedang menikmati buah cempedak tadi. “Emoh”, jawab saya singkat. “Sini, cicipi dulu! yakin enak.”, Pak Suami kembali meyakinkan. Saya menghampiri Pak Suami. “Coba!”, Beliau menyuapkan cempedak ke mulut saya. Saya mencoba mengunyah dan merasainya. Ya satu kata, enak, itu komentar saya selepas mencicipinya. Ternyata saya bisa dan suka makan cempedak. Walaupun rasanya tidak lebih enak dari nangka, makan cempedak ada rasa sensasinya tersendiri.

Dan kini lidah ini sudah familier dengan cempedak. Cempedak bikin nagih. Meskipun senang dengan cempedak saya tetap tidak pernah membelinya. Tiap musim cempedak selalu dapat antaran dari tetangga dan teman. Warga Pulau Borneo, sungguh ramah dan menyenangkan. Tinggal di Kalimantan banyak menorehkan kisah. Cempedak, Kalimantan punya.

Mari bersinergi, berkolaborasi perkaya literasi negeri!

Salam literasi.

Istianah

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUNULIS BUKU MAYOR DALAM DUA MINGGU (RESUME KE 12)

SURVEY TEMPAT MENGAJAR